TUHAN SEMESTA (M/S 13-16)
Islam mengajarkan, manusia sebelum lahir telah diperkenalkan tentang Allah, Tuhan Pencipta; dan pada waktu itu manusia yang baru 'bersifat roh' itu sudah meng-iya-kan keberadaan Allah. Setiap diri bersaksi kepada-Nya, Allah-lah Sang Pencipta.
Namun sejak manusia lahir ke dunia, pengakuan dan pengetahuan itu sudah banyak yang lupa; bahkan di antara manusia ada yang sama sekali tidak mengetahui keberadaan Allah. Dasar manusia memang mudah lupa, kita cenderung jadi pelupa budi.
Dapatkah manusia mengenal Allah?
Tak mungkin manusia dapat mengenal Allah dengan kasat mata (mata kasar). Kalau ada manusia berkata dirinya pernah melihat Tuhan dengan mata kepala, itu adalah dusta! Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an surat Al-An'am ayat 103:
Maksudnya : "Dan dapat dicapai oleh penglihatan, sementara Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dia-lah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui..."
Sebenarnya, selain firman Allah, maka keterbentangan alam semesta dengan segala kejadian dan fenomenanya, menggiring manusia mampu mengenal Tuhan, Penciptanya. Karena alam dengan pelbagai pertumbuhan yang ada padanya adalah juga firman Allah yang tanpa huruf, tetapi bersuara dan membisikkan.
Itulah sebabnya Rasul Saw bersabda:
Tafakkaru fi khalkihi wala tatafakkaru fillah fatahliku
Maksudnya : "Renungkanlah oleh kamu tentang segala ciptaan Allah, dan janganlah kamu memikirkan tentang Zat Allah, nanti kamu akan celaka."[1]
Jangankan manusia biasa, Rasulullah sendiri semasa hidupnya tidak pernah melihat Tuhan secara kasat mata (mata kasar).
Adapun kepercayaan dalam kristiani, tertulis Allah itu Roh, dan manusia harus menyembah Allah pun secara roh pula. H.A. Oppusunggu dalam buku menulis:
"Tak seorang pun yang pernah melihat Allah". (Yahya 1: 18).[2]
Allah berkata kepada Musa: "Engkau tidak tahan memandang wajahKu, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat Hidup". (Keluaran 33:20)
Kemudian Ia berkata : "Aku akan menarik tanganKu dan engkau akan melihat belakangKu, tetapi wajahKu tiada akan kelihatan". (Keluaran 33:32).
Selain dalil-dalil diatas tentang Allah tidak bisa dilihat karena tak seorang pun yang mampu menatap wajah Allah, tetapi bagian lain dari Allah dapat dilihat, yakni pada bahagian belakang-Nya. Bahkan Allah Roh Kudus dapat dilihat seperti burung terbang (Kitab Kejadian 1:1-2). "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, roh Allah melayang-layang di atas air".
Data lain tertera dalam Injil Matius 3:16-17, yaitu:
"Sesudah dibaptis Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah melayang seperti burung merpati turun ke atasNya, lalu terdengarlah suara dari syurga yang mengatakan, "Inilah Anak yang Ku-kasihi, kepadaNya-lah aku berkenan".
Pernahkah manusia melihat Tuhan Allah?
Tidak! Nabi Muhammad pun tidak pernah menyatakan, dia pernah melihat Tuhan, Allah, tetapi mengenal-Nya adalah benar, dan semua Muslim mengenal-Nya.
Sebagai ilustrasi, bersama ini penulis lengkapkan dengan pengalaman Syekh Abdul Qadir Jailany. Diceritakan, suatu malam menjelang sahur, dalam asyiknya beliau beribadah kepada Allah, tiba-tiba muncul cahaya yang indah tak terkatakan menerangi di sekitarnya. Bersamaan dengan cahaya itu terdengar suara merdu berkata: "Wahai Abdul Qadir Jailany, Aku adalah Allah-mu yang selama ini telah menilai kesungguhan ibadahmu kepada-Ku - yang penuh ikhlas, khusyu' dan terkalahkan oleh hamba-hamba-Ku yang lain. Nah, dengarlah olehmu wahai Abdul Qadir Jailany bahwa semenjak ini Aku halalkan bagimu wanita yang selama ini Aku haramkan kepada hamba-hambaKu yang lain...."
Seketika melihat dan mendengar suara pengakuan, cahaya dan suara di hadapannya adalah cahaya dan suara Tuhan yang mengaku Allah, Abdul Qadir Jailany pun serta-merta membentak suara itu: "Hai setan iblis keparat, enyahlah engkau dari sini. Berhentilah engkau menggodaku, wahai setan terkutuk isi neraka...."
Mendengar perlawanan dari Syekh Abdul Qadir Jailany yang menggelegar itu, suara itu pun bertanya, "Wahai Abdul Qadir Jailany, dari mana engkau tahu, aku adalah setan, bukan Allah?".
Syekh Abdul Qadir Jailany pun menjelaskan: "Allah yang sebenar pasti tidak akan menghalalkan sesuatu yang sudah ia haramkan kepada hamba-Nya yang lain. Dia tidak akan memberikan sesuatu yang berbeda di antara sesama manusia, hamba-hambaNya".
Dengan tertawa terkekeh dan kecewa seketika itu juga cahaya dan suara itu undur dari pandangan dan pendengaran Syekh yang terkenal zuhud itu.[3]
Orang Islam sering menyebutkan: Allah itu Esa Zat-Nya, Esa sifat-sifat-Nya dan Esa af'al-Nya. Apa maksudnya?
Esa Zat-Nya yang dimaksudkan, bukanlah zat seperti tertera dalam ilmu kimia, tetapi yang dimaksudkan adalah hakikat Allah itu Tunggal. Keadaan dan keberadaan-Nya tidak akan pernah mampu disamakan dan atau tertandingi, apalagi setara dengan Peribadi-Nya. Kata 'zat' itu sendiri tidak menunjuk kepada zat seperti zatnya alam benda yang ada pada ciptaan-Nya.[4]
Sama halnya bila kita berkata dalam do'a dengan menyebut 'Engkau' Ya Tuhan. Kata 'Engkau' tersebut bukanlah berarti menunjukkan kata ganti 'orang kedua' seperti halnya penunjukan orang kedua untuk sesama makhluk; manusia atau alam. Peminjaman kata 'Engkau' dalam hal ini adalah bentukan 'kata pengertian orang kedua' yang lain daripada yang lain; dalam konteks memudahkan pengertian.
Sedangkan Esa sifat dan Af'al-Nya Allah artinya sifat-sifat yang dimiliki dan hasil segala ciptaan Allah tak akan pernah mampu dimiliki para makhluk secara sempurna, pasti ada kelemahan dan kekurangannya. Apa yang dikreasi oleh makhluk selalu memiliki keterbatasan, sebagaimana halnya fitrah makhluk itu sendiri yang terbatas oleh ruang dan waktu, firman Allah surat Al-Hadid ayat 3:
Maksudnya: "Dia-lah Yang Pertama dan Yang Terakhir, Yang Tampak (Zhahir) dan Yang Dalam (Bathin), Dia Maha Mengetahui segalanya..".
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan manusia tak diberi kecukupan ilmu pengetahuan melainkan amat sedikit, sekadar saja. Subhanallah.
--------------------------------
[1] Rujukan dalam Al-Qur'an: Al-Baqarah 163, 255; Ali Imraan 2, 6, 18, 62; Al-A'raf 59, 65, 73, 85, 158; At-Taubah 31, 129 dan Surat Al-Ikhlas. Dan dalil-dalil Al-Qur'an tentang Tauhid tak kurang dari 1500-2000 buah; disamping hadits-hadits muttawatir dan hadits-hadits Ahad yang masyhur lainnya.
[2] Injil Yahya 10:30 : "Aku dan Bapa itu satu adanya".
[3] Penulis kutip dari tulisan K.H Saifudin Zuhri, tetapi penulis lupa judul bukunya.
[4] Kata zat itu di sini hanyalah kata pinjaman untuk memudahkan pemahaman cara kita berfikir, sebab kalau tidak demikian kita tak bisa membicarakan-Nya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
* Dipetik daripada buku 'JANGAN BERKEBUN DI LADANG ORANG' [Muka Surat 13-16] tanpa sebarang perubahan dan tambahan.
Tentang Buku :
Tajuk : JANGAN BERKEBUN DI LADANG ORANG - Seri Kristologi VI
Pengarang : Drs H. Abujamin Roham
Penerbit : MEDIA DA'WAH - Jakarta
Cetakan : 1423H / 2003M
-------------------------------------------------------------------------------------------------
al-faqiir- abu miftah
0 ulasan:
Catat Ulasan
Komentar Anda...