Isnin, 17 Ogos 2009

ISLAM is not the Enemy...

ISLAM Di Negara Perancis Terbesar Di Eropah

[Adaptasi dari Sumber asal - http://mualaf.com/islam-is-not-the-enemy/Dunia%20Islam/5653-islam-di-prancis-terbesar-di-eropa]
ISLAM adalah agama yang damai, universal, dan rahmat bagi seluruh alam. Atas dasar itu, agama ISLAM pun dapat diterima dengan baik di berbagai belahan muka bumi ini. Mulai dari Jazirah Arab, Asia, Afrika, Eropah, hingga Amerika.

Pada abad ke-20, ISLAM berkembang dengan sangat pesat di daratan Eropah. Perlahan-lahan, masyarakat di benua biru yang majoriti beragama Kristian dan Katholik ini mulai menerima kehadiran ISLAM. Tidak hairanlah bila kemudian ISLAM menjadi salah satu agama yang mendapat perhatian serius dari masyarakat Eropah.

Di Perancis, ISLAM berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Bahkan, pada tahun 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Perancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri di seantero Perancis.

Di negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari negara seperti Maghribi, Algeria, Libya, Tunisia, Mauritania, dan lainnya. Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropah, terutama di Perancis.

Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Perancis mencapai tujuh juta orang. Dengan jumlah tersebut, Perancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropah. Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta orang dan England sekitar tiga juta orang.

Peranan buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama ISLAM berkembang dengan pesat. Para buruh ini mendirikan komuniti atau organisasi untuk mengembangkan ISLAM. Secara perlahan-lahan, penduduk Perancis pun makin banyak yang memeluk ISLAM.

Kerana pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Perancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya ISLAM. Pemerintah Perancis khuatir organisasi agama ISLAM yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.

Tidak hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama ISLAM pun makin dipersempit, bahkan ditutup. Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin berpindah ke Perancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka.

Pelajar Muslim

Pada tahun 1970-an, imigran Muslim kembali mendatangi negara pencetus gelora politik itu. Kali ini, para pelajar Muslim yang datang ke Perancis untuk menuntut ilmu. Kedatangan para pelajar ini menjadi faktor penting yang mengambil peranan besar dan penting dalam mendorong penyebaran ISLAM dan berkehidupan ISLAM di jantung negeri Napoleon Bonaparte ini.


Tahun 1985, diselenggarakan konferensi besar Islam yang dibiayai Rabithah Alam Islami (Organisasi Islam Dunia) -OIC. Turut serta dalam konferensi itu ialah sebanyak 141 negara ISLAM dengan keputusan mendirikan Federasi Muslim Perancis (Persatuan Muslim Perancis).

Peristiwa besar ini tidak luput dari perhatian dunia, mengingat kehadiran umat ISLAM di salah satu negara Eropah selalu menjadi dilema bagi para penguasa setempat, terutama yang menyangkut tenagakerja (buruh) dan masalah sosial.

Hasil konferensi dan terbentuknya federasi Muslim itu berhasil mempersatukan sebanyak 540 buah organisasi ISLAM di seluruh Perancis dan melindungi 1600 buah masjid, lembaga-lembaga pendidikan ISLAM, dan gedung-gedung milik umat ISLAM.

Dengan kondisi ini, barisan (saf) umat Islam pun semakin kokoh. Yang lebih menggembirakan lagi, kebanyakan anggota federasi yang menjalankan roda organisasi justeru berasal dari kaum muda-mudi Muslim berkebangsaan Perancis sendiri.

Federasi ini bertujuan berperanan aktif dalam menjayakan kegiatan keISLAMan di Perancis dan memberikan pengetahuan dan pendidikan tentang ISLAM kepada warga Perancis.

Lembaga ini berperan besar dalam menjambatani umat ISLAM Perancis dengan pemerintah setempat, terutama dalam menyuarakan kepentingan umat ISLAM.

''Dengan kesepakatan ini, umat ISLAM punya hak yang sama dengan umat Katholik, Yahudi, dan Protestan,'' kata seorang menteri di pemerintahan, Nicolas Sarkozy.

Organisasi itu merupakan gabungan dari tiga organisasi besar ISLAM di Perancis, iaitu Masjid Paris, Federasi Nasional Muslim, dan Persatuan Organisasi Islam Perancis.

Pelarangan Jilbab / Tudung

Perancis, yang juga terkenal sebagai negara mode ini, pernah melarang Muslimah menggunakan jilbab sekitar tahun 1989. Pelajar Muslimah dikeluarkan dari kelas semata-mata kerana memakai jilbab, pekerja Muslimah dipecat dari pejabatnya kerana mengenakan jilbab. Namun, mereka tidak menyerah begitu saja. Umat ISLAM Perancis menggoyang Paris dengan aksi-aksi demo menuntut kebebasan. Dan, umat ISLAM di berbagai negara pun turut melakukan protes atas kebijakan tersebut.

Akhirnya, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada 2 November 1992 yang memperbolehkan para siswi Muslimah untuk mengenakan jilbab di sekolah-sekolah negeri.

Sekarang, tampilnya wanita-wanita berjilbab di Perancis menjadi satu fenomena keISLAMan yang sangat kuat di negeri tersebut. Mereka bukan hanya hadir di masjid-masjid atau pusat-pusat keagamaan ISLAM lainnya, melainkan juga di sekolah-sekolah negeri, perguruan tinggi negeri, dan tempat-tempat umum lainnya.

Banyak hal yang memengaruhi perkembangan ISLAM di Perancis. Salah satunya adalah Perang Teluk 1991 yang menyebabkan munculnya krisis identiti di kalangan anak muda Muslim di Perancis. Keadaan ini mendorong mereka lebih rajin datang ke masjid. Gerakan Intifada di Palestin juga mendorong makin banyaknya Muslim Perancis yang beribadah ke masjid.

Umat Islam di Perancis memiliki peranan yang sangat penting. Mereka memainkan peranan dalam semua sektor. Mulai dari pendidikan, lembaga kewangan, pemerintahan, olahraga, sosial, dan lainnya.

Bahkan, pada Perang Dunia I dan II, umat ISLAM di Eropah tercatat turut menentang pendudukan Nazi. Keikutsertaan umat ISLAM dalam menentang pendudukan Nazi menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan kemerdekaan Perancis.

Masjid dan Sekolah Islam Meningkat

Seiring dengan berkembangannya agama ISLAM di negara Perancis, jumlah sarana ibadah dan kegiatan keISLAMan pun semakin meningkat.

Menurut pemerhatian atau kajian yang dilakukan kelompok Muslim Perancis, sampai tahun 2003, jumlah masjid di seantero Perancis mencapai 1554 buah. Mulai dari yang berupa ruangan sewaan di bawah tanah sampai gedung yang dimiliki oleh warga Muslim dan dibangun di tempat-tempat awam.

Perkembangan ISLAM dan masjid di Perancis juga ditulis oleh seorang wartawan Perancis yang juga pakar tentang ISLAM, Xavier Ternisien. Dalam buku terbarunya, Ternisien menulis, di kawasan Saint Denis, sebelah utara Perancis, terdapat kurang lebih 97 masjid, sementara di selatan Perancis sebanyak 73 masjid.

Ternisien menambahkan, masjid-masjid yang banyak berdiri di Perancis dengan kubah-kubahnya yang khas menunjukkan bahawa ISLAM kini makin berkembang di negara itu. ISLAM di Perancis bukan lagi agama yang di masa lalu bergerak secara diam-diam.

''Masjid-masjid yang ada di Perancis kini bahkan dibangun atas tanah milik warga Muslim sendiri, bukan lagi di tempat sewaan seperti pada masa lalu,'' ujarnya.

Tampaknya, pada tahun-tahun mendatang, jumlah masjid akan makin bertambah di Perancis. Sejumlah masjid yang ada sekarang terkadang tidak dapat menampung semua jamaah. Masjid di kawasan Belle Ville dan Barbes, misalnya, sebagian jamaah terpaksa harus shalat sampai ke pinggiran jalan.

Awalnya, masjid-masjid yang ada di Perancis didirikan oleh orang-orang Muslim asal Pakistan yang bekerja di pabrik-pabrik di Paris, Perancis. Mereka mengubah ruangan kecil tempat makan siang atau berganti pakaian menjadi ruangan untuk shalat. Terkadang, mereka menggunakan ruangan di asramanya sebagai kemudahan ibadah. Sehingga, hal itu terus berkembang dan menyebar.

Perkembangan yang terus meningkat itu membuatkan sebagian masyarakat Perancis khuatir. dan bimbang. Masjid-masjid yang ada sering menjadi sasaran serangan yang berbau rasisme. Masa suram masjid di Perancis terjadi pada tahun 2001. Sejumlah masjid menjadi sasaran serangan dengan menggunakan bom molotov. Bahkan, ada masjid yang dibakar. Bentuk serangan lainnya adalah melakari / mencontengi dinding-dinding masjid dan dinding rumah imam-imam masjid dengan lambang swastika. Namun, sejauh ini, belum ada organisasi hak asasi manusia atau asosiasi Muslim yang mempersoalkan serangan-serangan itu.

Sekolah

Tidak hanya masjid yang tumbuh, lembaga pendidikan ISLAM di negeri mode ini pun turut berkembang. Sejumlah sekolah ISLAM berdiri di Perancis. Sampai kini, terdapat tidak kurang empat sekolah Muslim swasta.

''Pemerintah yang baru ini memberi izin untuk memulai operasi,'' ujar Mahmoud Awwad, sponsor dan direktur sekolah Education et Savior.

Awalnya, sebuah sekolah didirikan di Vitrerie, pinggiran selatan Paris. Kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum pendidikan kebangsaan Perancis, namun ada tambahan pelajaran khusus silibus tempatan tentang keISLAMan, seperti bahasa Arab dan agama Islam.

Education et Savior adalah sekolah kedua yang dibuka di Paris setelah sekolah Reussite di pinggiran Aubervilliers, utara Paris, dan yang keempat di Perancis. Dua sekolah swasta ISLAM lainnya adalah Ibn Rushd di Kota Lille, utara Perancis, dan Al-Kindi di Kota Lyon.

Selama ini, umat ISLAM di Perancis ingin memiliki sekolah swasta ISLAM setelah Paris melarang jilbab dan simbol keagamaan di sekolah negeri empat tahun lalu. Siswi Muslim yang memakai jilbab akan dikeluarkan dari sekolah dan kondisi ini membuat masa depan mereka suram.

Awwad mengaku, pihaknya tidak sulit mendapatkan izin pendirian sekolah ISLAM. ''Tidak seperti sekolah Al-Kindi, kami tidak menemui rintangan,'' ujar Awwad. Pembukaan Al-Kindi di Lyon mendapat hambatan saat dibuka pada 2006.

Academy of Lyon, badan pendidikan negara yang tertinggi di kota itu, menolak permohonan penyelenggaraan sekolah itu dan menutup sekolah dengan alasan pihak sekolah tidak memenuhi standad kebersihan dan keselamatan. Namun, Pengadilan Administratif di Lyon membatalkan penutupan itu pada Februari tahun lalu. Ini bererti sekolah Al-Kindi boleh membuka pembelajaran baru semula pada Mac 2007.

Menurut para pemimpin Muslim Perancis, insiden di Al-Kindi justeru mendorong masyarakat Muslim untuk membuka sekolah serupa. ''Kontroversi Al-Kindi menghapuskan rasa ketakutan di minoriti Muslim untuk memiliki sekolah lebih banyak,'' ujar Lhaj Thami Breze, ketua Organisasi Persatuan Islam di Perancis, UOIF.

---------------------
Olahan semula -
alfaqiir abu miftah 170809

0 ulasan:

Catat Ulasan

Komentar Anda...

Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.